Senin, 19 Desember 2011

TELAAH SAJAK “ANJING GILA” KARYA SAINI K.M

ANJING GILA
Anjingmu yang tanpa kauketahui menjadi gila
tiba-tiba menggigitmu. Lalu kauambil senapan.
Namun sebelum menarik pelatuk, ingatlah
di hatinya ia seperti dulu, sayang-setia padamu.
Barangkali kata-kataku sekali akan jadi
seperti taringnya, tajam dan berbisa.

Andai hatimu luka, ingatlah kau tak luka sendiri.
Tiada pilihan bagi kita, selain saling terbuka,
Kejujuran bagai belati tak bersarung mungkin
menorehmu, padahal kauhadiahkan sebagai tanda
persahabatan. Anjing itu pertama-tama akan menggigitmu
karena engkaulah yang dekat padanya.
                          (Saini K.M., Nanyian Tanah Air, 2000:70)
    Sajak  di atas merupakan sajak lirik dan kita dapat dengan mudah untuk melihat jumlah bait di sini. Selain itu, puisi lirik ini sangat kaya dengan rima, baik rima awal, maupun rima akhir. Sajak tersebut terdiri atas 3 bait dan 12 larik. Sementara itu, sajak di atas, pada bait pertama dan ketiga memiliki rima akhir yang tidak teratur, hanya bait kedua yang memilki rima akhir yang teratur yaitu rima a-b-a-b.

    Marilah kita lihat sekarang susunan larik dan kalimatnya. Di sini, hanya ditemui 12 larik yang hampir sama panjangnya. Sebagian besar larik-larik tersebut merupakan potongan-potongan kalimat dari larik sebelumnya. Pada sajak ini tak banyak jenis tanda baca yang kita dapatkan. Tanda baca yang ditemui dalam sajak ini yaitu tanda titik (.) dan tanda koma (,).  Di dalam sajak ini, hadir 8 kalimat. Kalimat pertama terdapat pada larik pertama dan larik kedua, yang diakhiri dengan tanda titik. Kalimat kedua juga terdapat dalam larik kedua yang diakhiri tanda titik, begitupun dengan enam kalimat selanjutnya juga diakhiri dengan tanda titik.
Hasil analisis bentuk ini membawa kita pada masalah makna: siapakah sebenarnya yang digambarkan dalam sajak ini? Apakah memang anjing gila yang sebenarnya atau bukan? Ada beberapa kemungkinan interpretasi: anjing  sebenarnya binatang yang memiliki dua sisi kehidupan. Anjing merupakan binatang yang liar dan bisa juga menjadi binatang yang jinak. Anjing bisa menjadi binatang yang sangat lucu, menyenangkan, binatang penjaga, binatang yang dapat dipercaya, binatang yang begitu setia pada majikannya, bahkan anjing adalah binatang yang rela memperjuangkan hidup dan matinya hanya untuk mengabdi pada majikan atau tuannya. Itulah sebabnya, tidak sedikit orang yang sangat menyukai binatang ini, bahkan memelihara dan memanjakannya seperti selayaknya manusia. Namun, di sisi lain anjing akan menjadi binatang yang sangat menakutkan ketika ia menjadi liar atau gila. Di sini, anjing gila akan menggigit siapa saja yang dekat dengannya, bahkan majikannya sekalipun. Sepertinya anjing gila yang dimaksud dalam sajak ini merupakan metafor dari manusia. Kondisi anjing yang digambarkan dalam sajak ini adalah anjing gila yang tidak mengenal tuannya lagi, bahkan anjing tersebut menggigit tuannya. Di sini, juga digambarkan bahwa anjing tersebut sebelumnya anjing yang begitu setia pada tuannya. Anjing dalam sajak ini yang diartikan sebagai metafor dari manusia adalah seseorang yang sebelumnya sangat dipercaya, tapi dengan tiba-tiba justru berbalik mengkhianat, dalam sajak ini dikatakan “Anjingmu yang tanpa kauketahui gila tiba-tiba menggigitmu”. Pada saat demikian, kita sepertinya langsung menyalahkannya, tetapi di sisi lain kita perlu sadar bahwa ia pernah mengabdi pada kita “lalu kauambil senapan. Namun, ingat sebelum menarik pelatuk, ingatlah ia seperti dulu, sayang-setia padamu”. Di sini, dibutuhkan suatu kesadaran bahwa mungkin itu semua terjadi karena adanya kesalahpahaman “Tiada pilihan lain bagi kita, selain saling terbuka”. Karena mungkin saja di sini ada yang salah dalam diri kita atas semua itu, kita tidak bisa menyalahkan ia sepenuhnya “Anjing itu pertama-tama akan menggigitmu karena engkaulah yang dekat padanya”.
    Kini sampailah kita pada bagian terakhir dari analisis sajak “Anjing Gila” ini, yang menampilkan komunikasi dalam puisi. Di sini si narator memberi tanggung jawab pada orang lain yang menurut narator mengemukakan isi puisi ini kepada si narator lain. Kata “anjingmu, kauketahu, kauambil, padamu, hatimu, kau, menorehmu, menggigitmu, engkaulah” ditampilkan di beberapa kalimat dengan begitu jelas. Namun, di beberapa kata juga si narator berbicara sendiri “kata-kataku, kita” menunjukkan adanya kehadiran langsung si narator dalam cerita yag disajikan dalam sajak tersebut. Si naratorlah yang berusaha bercerita dan memberi penjelasan pada si narator lain tentang seseorang yang telah menyakitinya sekarang, tapi di sisi lain orang itu juga pernah mengabdi padanya. Jadi di sini, kita hadir pada percakapan si narator pertama dan narator lain (kedua), sedangkan si sahabat dijadikan sebagai bahan pembicaraan antara keduanya, dan dia tak berhak bicara, serta kehadirannya pun secara langsung tak nampak dalam sajak ini.
    Setelah melihat interpretasi secara tekstual, marilah kita lihat secara keseluruhan sajak ini dalam kehidupan sehari-hari. Orang selalu menganggap bahwa sajak adalah karya sastra yang khusus, tidak seperti novel atau cerpen, yang menggambarkan kehidupan sehari-hari. Bila kita mendalami sajak di atas, maka akan terasa bahwa beberapa baris sajak ini justru menampilkan cuplikan kehidupan yang sangat intens. Sajak ini mengemukakan tema tentang pentingnya kejujuran atau keterbukaan dalam suatu hubungan. Hubungan apapun itu. Penggambaran tentang kejujuran atau saling terbuka ini diselubungi oleh metafor, sehingga seakan-akan yang diceritakan bukanlah lingkup hubungan manusia dengan manusia. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, gambaran yang ditampilkan dalam sajak ini adalah gambaran tentang anjing gila, tetapi kosakata yang dimaksud adalah kosakata yang mengacu pada orang terdekat atau sahabat, dan sebagainya, serta yang dipilih adalah kosakata yang mengemukakan tentang arti kehadiran seseorang yang kadang memberi kebaikan dan ketidakbaikan dalam diri kita yang kedua-duanya harus disadari dan dimaknai. Namun, di balik gambaran yang mengemukakan tentang kedua sisi yang dihadirkan orang-orang terdekat kita. Di sini juga digambarkan tentang perlunya selalu menyadari bahwa jika seseorang yang telah lama bersama kita, orang terdekat kita, orang yang telah kita percayai, orang yang begitu setia pada kita, tiba-tiba berbalik mengkhinatai kita. Pada posisi ini kita tak boleh langsung memvonis dan menyalahkannya. Karena bagaimana pun orang tersebut pernah berbuat baik pada kita. Kita tidak boleh hanya melihat sisi kesalahan yang dilakukannya pada kita sekarang, tetapi kita juga harus mengingat kebaikan-kebaikan yang pernah ia persembahkan untuk kita. Selain itu, kita harus mengintropeksi diri. Mungkin ada sesuatu yang salah dalam diri kita sehingga ia melakukan hal tersebut. Jadi, dalam hal ini dibutuhkan suatu pembicaraan dan saling terbuka tentang suatu masalah sehingga kita bisa terhindar dari kesalahpahaman dan salah memvonis sesuatu.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar