Senin, 19 Desember 2011

Nilai dan Moral dalam Cerita Islami

Cerita genre keagamaan atau yang dikenal juga dengan cerita relijius khususnya yang bergenre Islami dianggap sebagai cerita yang sepertinya tidak dapat lepas dari kehidupan umat muslim di dunia ini. Cerita- cerita tentang keagamaan selalu digemari sejak dulu sampai sekarang , baik dari kalangan dewasa, remaja, sampai di kalangan anak-anak dengan berbagai variasi cerita yang berdasarkan latar belakang pandangan dan  pemahaman yang berbeda tentang sisi agama Islam yang sebenarnya
. Namun terkadang cerita tersebut sudah dianggap hal yang lumrah untuk dipahami, karena cerita yang disajikan itu sepertinya memang sudah ada dalam skemata mereka (penerima pesan) sebelumnya. Kesan tersebut segera timbul bila hanya melihat sampulnya yang selalu menampilkan kaligrafi-kaligrafi dan wajah manusia dengan latar dekoratif dalam sebuah misi keagamaan. Tokoh-tokohnya adalah biasanya di dominasi oleh para penyebar agama ( dai, kiai, ustadz) dan tidak sedikit juga menampilkan tokoh-tokoh biasa namun sangat taat dalam beribadah yang waktu senggangnya digunakan hanya untuk beribadah (berdakwa, sholat, mengaji, dan ibadah lainnya). Nama mereka juga biasanya menggunakan lambang yang menggambarkan keisalaman meraka misalnya Gus Jakfar, Kiai Saleh, Kiai Tawakkal, dan kadang juga dalam cerita nama tokohnya tidak disebutkan secara jelas namun yang ditampilkan hanya deskripsi tentang sikap dan kesibukannya memberi gambaran kepada kita tentang siapa ia sebenarnya. Mereka adalah orang-orang yang dianugerahi ilmu atau kemampuan tertentu yaitu kemampuan ketaatan yang begitu besar, tetapi mereka juga selalu diberi cobaan-cobaan yang seakan-akan menjadi pengukur tingkat keimanan dan kemampuaannya itu. Hidup mereka tidak begitu banyak dipengaruhi oleh kemegahan dunia, mereka hidup seadanya sebagai mana juga disyariatkan dalam Islam untuk hidup sesederhana mungkin. Gaya bicara yang begitu sopan dan bermakna, dengan selipan-selipan frasa Arab yang relatif tidak begitu berlebihan namun begitu banyak mengandung arti dan makna.

 Jika kita hanya melihat sepintas  seperti di atas makna di balik cerita itu belum semua tersampaikan, karena di balik semua itu sebenarnya ada satu gambaran, ada satu pesan yang tersirat di balik tampilan-tampilan mereka. Nilai-nilai dan moral yang tak terpisahkan sebagai solusi berbagai permasalahan kehidupan dunia ini. Tulisan ini, yang berusaha menangkap nilai-nilai dan moral tersebut, didasarkan atas tiga cerpen yang dipilih secara khusus karena ternyata cerita Islami memperlihatkan tipe-tipe yang berbeda, tergantung nilai dan moral yang akan disampaikan dalam cerita tersebut . Dalam tipologisasi yang sederhana ini, setidaknya ada cerita Islami yang menampilkan pemuka-pemuka agama yang didominasi oleh para kaum Adam. Ada yang menampilkan seorang tokoh agama yang cerdik, memiliki ilmu-ilmu istimewa dan suka menggunakan ilmunya tersebut untuk menilai orang-orang di sekitarnya, ada juga yang menampilkan pria yang begitu bertanggungjawab dalam tugasnya sebagai seorang da`i sampai-sampai ia seakan-akan tidak menyadari akan posisi ia sebenarnya. Bahkan ada juga yang menampilkan seorang pria yang begitu taat dalam beribadah tanpa memperhatikan kehidupan dunianya. Tentu saja akan menghasilkan tipologi yang berbeda dan ada bentuk antaranya. Ketiga cerpen yang dipilih, Gus Jakfar, Robohnya Surau Kami , dan Amplop Abu-abu dapat dimasukkan sebagai tipe yang pertama, dan semua tokohnya adalah seorang pemuka agama dan orang biasa yang sangat taat beribadah. Penelitian yang terbatas ini secara khusus hanya akan melihat nilai-nilai dan moral yang ada di dalamnya, yang menyangkut keseluruhan aspek naratif dan narasinya.

Tokoh
Setiap cerita Islami yang disajikan masing-masing memilki daya tarik masing-masing dalam hal menampilkan cerita-cerita yang diharapkan mampu menggugah hati penikmat cerita itu sendiri. Namun secara umum biasanya menampilkan cerita yang berisi penggambaran hidup, penggambaran perjalanan ibadah, keimanan yang begitu banyak menghadapi rintangan dan halangan sebagai hal yang tak bisa lepas dari keimanan itu sendiri, sebagai evaluasi dari besarnya ketaatan dan keimanan seorang hamba dan setelah mengahadapi semua itu barulah semua tergambar tingkat keimanan seseorang. Apakah ia mampu mengatasi rintangan ( cobaan-cobaan) dengan refleksi yang positif ataukah dengan refleksi yang negatif bagi dirinya. Dalam cerita yang berjudul Gus Jakfar dalam kumpulan cerpen Lukisan Kaligrafi karya A. Mustafa Basri, Gus Jakfar harus mengalami cobaan yang hapir selalu menjelma dalam ilmu atau kelebihan dirinya, namun sesuatu yang datang menghampiri dirinya yang mampu menyadarkannya dari kelebihan dan ilmu yang ia miliki. Dalam cerita Robohya Surau Kami karya A.A Navis seorang pria yang begitu taat beribadah, hidupnya hanya digunakan untuk beribadah, urusan dunia diabaikannya hingga akhirnya sesuatu datang menyadarkan ia dari semua itu dan ketaatannya itu membawa ia dalam sesuatu hal yang membingungkan dan kerugian bagi dirinya. Selain itu tak kala menariknya adalah cerita Amplop Abu-abu dalam kumpulan cerpen A.Mustafa Basri yang menampilkan suatu topik narasi penceritaan tokoh yang tegas, cerdik dalam berdakwa dan sangat sibuk, sampai ia tak pernah sadar dengan semua itu bahwa ia sebagai seseorang pembawa berita, pembawa pesan kepada orang banyak, suri tauladan, pengoreksi berbagai fonemena-fonemena tanpa pernah ia sadar mengoreksi dirinya sendiri hingga suatu saat seseorang menyadarkan ia dari semua hal itu. Hal-hal demikian menampilkan penceritaan yang memberi gambaran besar kepada kita akan hakikat ibadah yang sebenarnya dan bagaiman kita menanggapi serta memahami benang merah antara agama dan kehidupan kita di dunia ini yang selalu mengaburi pancaindera kita untuk melihat dan memahami suatu nilai-nilai tertentu dalam kehidupan ini.
Menurut skemata saya, unsur tokoh dalam cerita agama khususnya yang bergenre Islami, kecenderungan cerita biasanya dipusatkan pada tokoh yang terlibat dalam cerita tersebut. Hal ini dapat di lihat dari berbagai komentar ataupun rekomedasi atau respon pembaca terhadap cerita-cerita yang disajikan. Pembahasan lebih banyak dipusatkan pada tokoh.

Tema
        Ada beberapa tema yang menonjol yang secara merata muncul dalam novel-novel tersebut yaitu iman dan cobaan.
 Tema iman dalam ketiga cerita relijius. Ketiga cerita yang dibahas menampilkan tokoh yang memiliki keimanan yang begitu besar dan beberapa paragraf-paragraf tertentu menggambarkan keimanan mereka. Tokoh-tokoh Islami sangat menunjukkan ketaatan mereka dalam beribadah, di mana waktu mereka habiskan hanya untuk beribadah sebanyak-banyaknya. Keimanan mereka itu juga tergambarkan dari kesibukan meraka sehari-hari. Gus Jakfar seorang da`i yang begitu taat beribadah, pemimpin pondok pesantren, si kakek dalam cerita RSS seorang penjaga surau yang juga sangat taat beribadah, dan si aku dalam cerita Amplop Abu-abu yang kesibukannya keliling berdakwa.
Bagi mereka ibadah adalah hal yang sangat penting dalam hidup ini.  Karena ibadah adalah dasar dari segala sesuatu di dunia ini. Hal itu juga terrlengkapi dengan ilmu-ilmu yang mereka miliki yaitu ilmu agama yang selalu diimplementasikan dalam ibadah mereka dengan pemahaman-pemahaman yang mereka miliki.
Namun karena pemahaman-pemahaman dan ketaatannya yang begitu berlebihan membawa mereka seakan-akan lupa tentang fitrah diri mereka sebenarnya. Tentang hakikat insan ciptaan Tuhan yang sesungguhnya dan tugas-tugas mereka di dunia ini. Kelebihan yang mereka miliki selalu mereka jalani dengan berjalan tanpa menoleh sisi lain dari ketaatan dan ilmu yang dianugerahakan kepadanya.
Mereka tak pernah menyadari akan ada sesuatu atau cobaan yang menyelimuti di balik keimanannya itu.

Iman dan Cobaan
        Dari awal telah disebutkan bahwa agama atau keimanan yang menjadi tema utama cerita yang bergenre Islami. Semua tokoh dalam cerita ini menggambarkan tingkat keimanan yang mereka miliki sudah dalam level tinggi. Keimanan tersebut tidak terlepas dari tingginya ilmu dan pemahaman yang mereka miliki yang juga menjadikan mereka selalu memanfaatkan ilmu dan pemahaman mereka dalam wujud keimanannya.
        Namun mereka selalu dihadapkan dengan cobaan-cobaan yang tak pernah mereka sadari, mereka tak pernah sadar bahwa semakin tinggi tingkat keimanan seseorang maka semakin banyak pula cobaan yang diberikan kepadanya. Cobaan itu hadir dalam keadaan yang begitu rumit untuk ditafsirkan sendiri. Seperti tokoh
Gus Jakfar yang diberi ilmu dan ketaatan yang luar biasa, namun tak pernah ia sadari kalau  itu semua ternyata adalah jalan untuk menguji keimanannya tentang bagaimana ia memaknai ilmu dan keimanannya tersebut. Tokoh kakek yang dianugerahi keimanan yang luar biasa, hingga ia tidak memperdulikan duniawinya, ia juga tak pernah sadar bahwa itu juga merupaka cobaan. Selain itu tokok si aku, yang juga memiliki keimanan yang begitu besar, kesibukannya menyebarkan agama. Memiliki pemahaman yang tinggi, tetapi ia tak pernah sadar bahwa di balik kelebihan yang ia miliki ada sesuatu kekurangan, kekurangan dalam mengoreksi dirinya sebelum ia mengoreksi orang lain. Semua hal tersebut menggambarkan cobaan di balik keimanannya itu selalu ada.
        Namun hal tersebut kembali lagi bagimana seseorang yang menyikapinya, apakah cobaan itu akan menyadarkannya untuk menyusun kehidupan dan keimanan mereka lebih baik lagi ataukah cobaan itu tidak menyadarkannya atau diabaikannya. Namun pada umumnya cobaan itu akan mengantar mereka akan sebuah perubahan terhadap apa yang mereka pahami selama ini.

Kesadaran 
Cerita relijius khususnya cerita Islami banyak memberi kesadaran kepada kita akan hakikat hidup yang sebenarnya, tentang nilai dan norma-norma yang tersirat dalam ajaran agama itu sendiri. Bagaimana kita memaknai suatu ajaran, keyakinan kita  terhadap apa yang kita yakini selama ini. Menilai dan memahami sesuatu membutuhkan lpenalaran yang cerdik. Memahami sesuatu tidak membutuhkan perspektif dari satu arah atau satu sudut pandang saja. Namun dalam memaknai sesuatu membutuhkan perspektif dari berbagai arah dan sudut pandang. Karena kadang sesuatu yang dimaknai dari satu sudut pandang saja akan menyesatkan diri kita sendiri. Kita harus memahami bahwa agama itu bijak, agama itu mengerti.  Pemaknaan yang salah juga akan berdampak salah dalam praktik yang diimplementasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Ketika kita dalam sesuatu yang menurut kita benar, tanpa mau peduli dan mengoreksi apa yang kita lakukan itu, apakah sudah berjalan dengan benar atau tidak itu akan membuat kekelaman dalam hidup ini, namun di saat kita mulai menyadari akan hal yang kita jalani itu ternyata banyak hal yang belum sempat kita pahami yang seharusnya sangat penting untuk dipahami. Dalam cerita digambarkan bagaimana Gus Jakfar menyadari akan apa yang dilakukannya, yang mampu melihat sisi masa depan seseorang tapi apa yang terjadi tidak  semua yang ada dalam benaknya itu benar, karena yang mampu menilai seseorang itu hanya Allah dan itu tidak pernah ia sadari karena tidak adanya pengereflisian diri. Begitu juga pada yang terjadi pada tokoh si kakek dalam cerita RSS dan si aku yang tidak pernah mengoreksi dirinya yang sudah diselimuti kesibukan ibadah dan kelebihan yang ia miliki, hingga kesadaran pun datang menghampirinya.

Kesimpulan
Tokoh-tokoh utama dalam cerita relijius yang bernuansa Islami banyak menampilkan gambaran-gambaran akan sesuatu hal yang seakan-akan mengaburi pikiran-pikiran mereka yang tidak lain adalah penggelut agama itu sendiri. Ketika mereka sudah menganggap dirinya paling baik, karena merasa telah melakukan hal-hal yang menurut mereka hal yang terbaik.
 Namun mereka tidak menyadari bahwa di balik sikap dan tingkah lakunya itu ada sesuatu, ada nilai dan moral yang menyimpang dari perbuatan mereka. Cerita ini menyadarkan kita akan bagaimana kita merefleksi diri kita tentang apa yang kita perbuat di dunia ini. Dalam menyikapi perbuatan kita, moral kita selama ini.
Saya pikir bahwa cerita- cerita ini mempunyai daya kemenarikan tersendiri. Di mana ketika kita terlena dengan semua kelebihan yang kita miliki, kita tidak menyadari bahwa di balik kelebihan itu ada hal yang harus kita sadari dan ketika kita beribadah kita tidak bisa berpikir bahwa kitalah yang terbaik di antara orang yang tidak beribadah. Menilai seseorang bukanlah hal mudah karena seseorang itu terlahir dari berbagai asal dan dasar.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar