Abstrak : Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mendapatkan pemahaman yang jelas dan menyeluruh mengenai interkoneksi pikiran, bahasa, dan kebudayaan. Data yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah data dari beberapa buku yang membahas tentang pikiran, bahasa, maupun buku tentang kebudayaan. Hasil dari analisis dari sejumlah buku tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya pikiran manusia mampu mengingat dan memikirkan hal-hal atau objek yang bukan hanya objek nyata yang terjangkau oleh penglihatan namun juga objek yang berada jauh dari dirinya. Segala sesuatu dalam pikiran itu akan nampak dan diketahui jika semua itu diwujudkan dalam bentuk bahasa. Bahasa sebagian ditentukan oleh pikiran, kemampuan melakukan sesuatu dan faktor sosial budaya yang dimiliki oleh manusia pada umumnya. Di samping itu bahasa juga dibatasi oleh keterbatasan manusia, keterbatasan daya ingat, alat wicara, alat pendengar, serta indera yang lain. Bahasa ditentukan oleh pikiran teknologi dan kebudayaan pemakainya. Pikiran, bahasa, dan kebudayaan merupakan tiga hal yang saling mempengaruhi.
Kata Kunci : hubungan, pikiran, bahasa, budaya.
Pendahuluan
Pikiran merupakan alat batin untuk berpikir. Pikiran merupakan proses respon otak terhadap apa yang telah terjadi saat ini, saat sekarang maupun saat yang akan datang. Pikiran atau ingatan memungkinkan manusia untuk berpikir tentang segala hal dan dari hasil pikiran itu diwujudkan dalam bentuk ujaran maupun tindakan untuk disampaikan kepada makhluk lain atau orang lain dan untuk mewujudkan tersebut menggunakan medium bahasa sebagai wujud penyampaian atas apa yang dalam pikirannya.
Bahasa adalah media atau perwujudan hasil pikiran yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya tau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat-istiadat, tingkah laku, tata kramamasyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Hal ini menandakan bahwa dalam berbahasa diperlukan suatu tindakan berpikir dan dari hasil pemikiran tersebut diwujudkan dalam bentuk bahasa. Hasil dari pemikiran atau buah pikiran ini berkaitan dengan akal manusia yang kita kenal dengan budaya atau kebudayaan.
Kebudayaan merupakan hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Kebudayaan adalah hasil kreativitas dan buah pemikiran dari anggota dari masing-masing masyarakat bahasa. Kebudayan yang lahir dari individual dan kelompok masyarakat mencerminkan sikap dan daya pikir masyarakat tersebut.
Berdasarkan pemikiran di atas, dapat dikatakan keterkaitan antara pikiran, bahasa, dan kebudayaan adalah suatu refleksi kehidupan manusia yang sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial yang berhubungan dengan makhluk hidup lain yang mampu berpikir dan mereflek atau merespon hal-hal yang ada di sekitarnya dengan mengungkapkan hasil dari pemikirannya melalui medium bahasa dan hasil dari pemikiran yang diutarakannya mencerminkan akal dan budinya atau dikenal dengan kebudayaannya. Maka dari itu, penulis berupaya mengungkap hubungan tersebut dengan menyertakan pandangan dan konsep dari beberapa ahli yang berhubungan dengan penjelasan ini.
Analisis Konseptual
Ada tiga hal yang melingkupi manusia sebagai makhluk sosial yang berkomunikasi dengan makhluk hidup lain, yaitu pikiran, bahasa, dan kebudayaan yang mencerminkan tindakan hubungan antara manusia satu dengan manusia yang lain. Manusia memikirkan sesuatu dan untuk mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya yaitu menngunakan bahasa, dan dari hasil pikirannya yang dibahasakan tersebut menghasilkan suatu sikap dan tindakan yang kita kenal dengan kebudayaan yang sebagai cerminan dari suatu proses pemikiran yang mampu berorientasi terhadap kebiasaan dalam kehidupan masyarakat.
Pikiran
Pikiran berasal dari kata dasar pikir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Boediono, 2005), Pikir artinya akal budi ; ingatan; angan-angan; kata dalam hati; kira, kemudian mendapat sufiks –an menjadi kata pikiran. Pengertian pikiran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 3,2007 bahwa pikiran adalah akal budi atau ingatan. Sedangkan menurut Sri Utami (1992 :30), menyatakan bahwa berpikir adalah aktivitas mental manusia. Dalam proses berpikir kita merangkai-rangkaikan sebab akibat, menganalisinya dari hal-hal yang khusus atau atau kita menganalisisnya dari hal-hal yang khusus ke yang umum. Berpikir berarti merangkai konsep-konsep.
Proses berpikir dilalui dengan 3 langkah yaitu : pembentukan pikiran, pembentukan pendapat, penarikan kesimpulan dan pembentukan keputusan. Pertama, pada pembentukan pikiran. Pada pembentukan pikiran inilah manusia menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek. Objek tersebut kita perhatikan unsur-unsurnya satu demi satu. Misalnya mau membentuk pengertian manusia. Kita akan menganalisis ciri-ciri manusia. Kedua, pada pembentukan pendapat. Pada pembentukan pendapat ini seseorang meletakkan hubungan antara dua buah pengertin atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk bahasa yang disebut kalimat. Pembentukan pendapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu pendapat afirmatif atau pendapat positif yaitu pendapat yang mengiakan sesuatu hal, pendapat negatif yaitu pendapat yang tidak menyetujui, dan pendapat modalitas yaitu pendapat yang memungkinkan sesuatu. Ketiga, pada penarikan kesimpulan. Pada penarikan kesimpulan ini melahirkan tiga macam kesimpulan, yaitu keputusan induktif, deduktif, dan analogis ( perbandingan).
Terkait dengan penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa pikiran adalah akal budi atau ingatan terhadap sesuatu dengan menganalisis sesuatu yang muncul dalam ingatan tersebut. dalam proses penganalisisan, kemudian mengaitkan hal-hal yang ada dalam ingatan antara yang satu dengan yang lain sampai pada akhirnya terbentuk suatu kesimpulan analogi.
Bahasa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Boediono,2005), bahasa artinya system lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Bahasa juga diartikan sebagai rangkain bunyi yang mempunyai makna terrtentu. Rangkain bunyi yang kita kenal sebagai kata, melambangkan suatu konsep. Kumpulan lambang bunyi, dala pemikirannya, tidak terlepas dari yang satu dengan yang lainnya. Kata-kata itu dipergunakan dalam suatu sistem yang terpola. Walaupun bunyi-bunyi bahasa itu di gunakan sudah benar dan sesuai dengan konvensi (kesepakatan pengguna bahasa), tetapi bila hubungan antar kata-katanya itu tidak berpola, maka proses komunikasi tidak akan berjalan dengan baik (Kosasih,E ,2003 : 2).
Bahasa secara umum dapat diartikan sebagai sistem lambang vokal manusia yang digunakan sebagai alat untuk berpikir, menyatakan pikiran, dan memahami pikiran seseorang ( Kunjana Rahadi, 2001:159). Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan ke dalam simbol-simbol abstrak. Dengan adanya bahasa kita dapat memikirkan sesuatu meskipun objek yang kita pikirkan itu tidak berada di dekat kita . Dengan simbol-simbol bahasa yang abstrak, kita dapat memikirkan sesuatu secara terus-menerus dan kemudian mewariskan pengalamannya itu kepada generasi-generasi berikutnya. Kita dapat pula mengkomunikasikan sesuatu yang kita pikirkan dan dapat pula belajar sesuatu dari orang lain.
Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu mampu termuat dalam lapangan pemahaman manusia. Oleh karena itu, memahami bahasa akan memungkinkan kita memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia.
Terkait dengan beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan sebagai medium komunikasi atau wujud untuk mengekspresikan sikap dan perasaan kita. kita dapat menyampaikan segala hal yang berkecamuk dalam pikiran dan hati kita, tidak hanya dengan gerak-gerik tubuh, tetapi juga dengan bahasa lisan maupun tulisan. Dengan bahasa kita dapat menyatakan kegembiraan, kesedihan, harapan, dan perasaan-perasaan lainnya. Dengan bahasa, pikiran-pikiran tersebut dapat dimengerti orang lain dengan lebih mudah.
Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sangsekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi aatu akal ) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Malville J. Herkovits dan Bronislaw Mlinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
Kebudayaan sebuah hal yang kompleks yang mengcakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral hukum, adapt-istiadat dan kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anngota masyarakat (Taylor, 1924 : 1).
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral ,hukum, adat-istiadat, dan kemampuan- kemampuan yang lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Dari berbagai defenisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan. Kebudayaan adalah sesuatu yang merupakan hasil pemikiran manusia yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, yang salah satunya adalah bahasa yang merupakan peralatan hidup manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain ataupun makhluk hidup lain.
Pembahasan.
Pikiran dan Bahasa
Bahasa secara umum dapat kita pahami sebagai sistem lambang vokal manusia yang digunakan sebagai alat berpikir, menyatakan pikiran, dan memahami pikiran seseorang. Dari defenisi ini dapat dilihat bahwa hubungan yang sangat jelas antara bahasa dan pikiran seseorang. Bahasa sama sekali tidak dapat dipisahkan dari pkiran seseorang.
Hubungan antara bahasa dan pikiran menghasilkan beberapa pandangan. Sebagian berpendapat bahwa orang dapat berikir tanpa memakai bahasa, sementara yang lain ada juga yang berpendapat bahasa dan pikiran tidak dapat dipisahkan (Soenjono Darjowidjojo, 2005 : 283). Selain itu pendapat lain seperti yang dikemukakan oleh Edward Sapir yang ditopang oleh muridnya , Benjamin Lee Whorf. Keduanya berpendapat bahwa bahasalah yang berpengaruh terhadap pikiran seseorang. Dengan tegas linhuis ini menyatakan bahwa kategori dan kaidah kebahasaaan berpengaruh besar terhadap pikiran seseorang. Dengan kata lain kedua bengawan lingistik itu, semakin baik penguasaan bahasa seseorang semaikn baik pula kualitas berpikir orang yang bersangkutan dalam pertuturan kesehariannya.
Kubu kedua mendasarkan pada gagasan aliran filsafat mentalistik dan kontivistik yang berpebdapat bahwa pikiranlah yang menjadi penentu kualitas kebahasaan seseorang. Kubu ini dipelopori aoleh Noam Chomsky yang menyatakan bahwa sejak manusia lahir, ia telah dibekali pikiran dan sejumlah kompetensi bahasa ( language competence). Dengan perkataan lain, dasar kompetensi bahasa seseorang itu sifatnya bawaab (innate)., bukan karena hasil dari sebuah pembelajaran. Kompetensi bahasa seseorang yang sudah didapatkan sejak lahir itu, bahkab mungkin sejak sebelum lahir pun bayi sudah belajar dari bahasa ibunya, akan sangat menetukan perilaku kebahasaan seseorang.Kedua pendapat pakar di atas, masing-masing memiliki perpekstif sendiri dalam melihat pikiran dan bahasa.
Bahasa dan pikiran seseorang pada dasarnya selalu saling mempengaruhi sampai manusia mencapai tataran perkembangan tertentu. Sebagai contoh, anak-anak kecil di bawah usia remaja mendapatkan pengaruh bahasa yang sangat besar dari anak-anak yang lebih dewasa, orang tua, dan juga lingkungan sekitarnya.
Kalau kita mencermati bagaimana seorang anak di bawah tiga atau lima tahun belajar bahasa, ia akan cenderung meniru apapun yang dibahasakan oleh orang-orang di sekitarnya. Untuk itulah pada tahap perkembangan tersebut seseorang anak perlu mendapatkan exposure bahasa yang baik agar ia pun kelak dapat berbahasa dengan baik pula. Semaikn bertambah dewasa, agaknya pengaruh bahasa terhadap pikiran itu cenderung semaikn menurun dan lama- kelamaan pikirannyalah yang akan menetukan kualitas kebahasaan seseorang. Semaikn orang bisa berpikir denga baik dan logis, akan semaikin baik dan runtutlah bahasa yang digunakan dalam keseharian hidupnya. Sebaliknya semakin orang tidak bisa berpikir dengan baik dan runtut, akan semakin jeleklah pemakaian bahasanya.
Di dalam pikiran seseorang juga terdapat semacam representasi kompetensi bahasa yang dinamakan proposisi. Ketika seseorang menerima pesan dlam bertutur, akan segerahlah terbentuk beberapa proposisi did lam pikirannya tentang esensi pesan yang diterimanya. Ketika orang membaca tau mendengar tuturan “ Eka sedang makan bakso di warung Kelapa Gading”, maka preposisi yang akan terbangun dalam pikiran orang itu adalah “makan bakso” sebagai preposisi utamanya dan bagian-bagian lain sebagai proposisi sekunder serta tersiernya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik kompetensi kebahasaan seseorang akan semaikn baiklah bangunan preposisi di dalam pikirannya.
Contoh lain dari interkoneksi bahasa dan pikiran ini yaitu bisa kita lihat dair pernyataan berikut. Seseorang pembawa acara yang menuturkan “waktu dan tempat kami persilakan!” dalam sebuah acara resmi, jelas menunjukkan bahwa bangunan proposisi dalam pikiran si pembawa acara itu tidak baik. Maka yang tertuang dalam perwicaraanya pun tidak benar alias salah nalar. Demikian pula ketika seseorang mengatakan “Untuk mengingat waktu , marilah rapat pagi ini, segera kita mulai !” representasi kompetensi bahasa bahasa dalam pikiran orang itu tampak tidak baik karena salah nalar.
Tuturan yang benar dan menunjukkan bangunan proposisi yang baik dari kedua contoh di atas secara berturutan adalah : “Waktu dan tempat kami serahkan!”, “Untuk mengefesienkan waktu , marilah rapat pagi ini segera kita mulai”. Dari uraian yang disampaikan di atas kiranya dapat menjadi semakin jelas bagaimana gambaran hubungan antara bahasa dan pikiran.
Terkait dengan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya suatu pikiran yang kompleks dinyatakan dalam kalimat yang kompleks pula. Begitu pula sebaliknya, suatu kalimat yang kompleks umumnya mengungkapkan suatu pikiran yang kompleks pula. Kompleksitas makna dalam kalimat yang kompleks ini muncul karena dalam suatu kalimat yang kompleks selalu terdapat proposisi yang jumlahnya lebih banyak. Proposisi-proposisi ini dipadat-padatkan dalam kalimat dengan memakai piranti seperti penanda relative yang dipakai untuk menambahkan anak kalimat pada induk kalimat.
Bahasa dan Budaya
Kebudayaan adalah hasil kreativitas dan buah pemikiran dari masing-masing anggota masyarakat ( Kujana Rahadi, 2001 : 162). Dengan demikian, hubungan bahasa dengan kebudayaan pun tampak erat. Teori relativitas linguistik yang dikemukakan oleh Edward Sapir dan kemudian dilanjutkan Benjamin Lee Whorf menjelaskan bahwa bahasa membentuk pikiran seseorang. Setelah pikiran orang itu terbentuk dan tertata dengan baik selanjutnya akan mampu berkreasi dan berinovasi membentuk sebuah bangunan kebudayaan (Kunjana Rahadi, 2001 : 162 ).
Kebudayaan suatu bangsa tidak pernah statis. Kebudayaan selalu dinamis dan beradaptasi dengan dinamika masyarakat. Termasuk bahasa yang merupakan unsur yang membangun sebuah kebudayaan. Bila diibaratkan , bahasa dan budaya merupakan dua sisi mata uang yang berbeda, namun tidak dapat dipisahkan karena bahasa merupakan cermin budaya dan identitas dari penuturnya.
Contoh sederhana dalam keluarga, suatu fonemena pengaruh bahasa terhadap kebudayaan, yaitu seperti ketika anak masih kecil. Pada saat menangis biasanya ibunya menenangkan dengan perkataan “Ayo, diam, itu ada Pak Polisi”, dan dalam lingkup pendidikan tidak asing lagi kita sering dengar ketika orang berbicara tentang pelajaran Matematika “Matematika itu susah”. Kedua contoh yang merupakan contoh sebab-akibat dalam kehidupan sosial kita yang bukanlah obat yang benar untuk memecahkan masalah. Ini menandakan kesalahan dalam ujaran bahasa akan melahirkan budaya yang tidak baik pula.
Terkait dengan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa sangat berpengaruh terhadap kebudayaan, begitu pun sebaliknya kebudayaan sangat berpengaruh terhadap bahasa. Sehingga untuk menciptakan budaya yang baik dalam suatu kelompok masyarakat tergantung dari bagaimana kelompok masyarakat itu mampu bernalar dengan baik dalam mengeluarkan suatu ujaran bahasa.
Pikiran, Bahasa, dan Kebudayaan
Pikiran merupakan akal atau daya ingat yang dimiliki manusia untuk mereflek segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya. Pikiran yang disampaikan dengan menggunakan medium bahasa. Semakin baik kompetensi pikiran seseorang, maka semiki baik pula bahasa yang diujarkannya.
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi dan interaksi yang sangat penting bagi manusia. Selain bahasa juga merupakan simbol peradaban suatu bangsa. Setiap bahasa memiliki ciri khas yang tidak terdapat pada bahasa lain.sehingga kematian sebuah bahasa
mengakibatkan hilangnya sebuah kebudayaan. Kurangnya tindakan pikiran seseorang, menyebakan bahasa yang diujarkan juga akan tidak baik atau kurang.
Kurangnya pemikiran dan nalar yang kurang menyebabkan ujarannya juga kurang logis sehingga juga menghasilkan suatu sikap yang tidak logis. Ini akan berdampak terhadap kebudayaan suatu kelompk masyarakat.
Sebagai contoh kecil, jika kita memperhatikan orang yang pikirannya yang tidak waras, bahasa-bahasa yang diujarkannya juga logis dan cenderung tidak tersusun dengan baik, dan itu juga akan berdampak pada tingkah lakunya dalam bergaul atau bersikap dalam lingkup kehidupannya. Sebaliknya, jika kita memperhatikan orang yang memiki pikiran yang baik, maka orang tersebut juga mampu menganalisis atau merangkai bahasa yang kompleks dalam ujarannya, sehingga hal ini juga berdampak dalam tingkah laku sehari-harinya dalam berhubungan dengan masyarakat sekitarnya atau kita kenal dengan budaya hidupnya.
Terkait dengan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pikiran, bahasa dan kebudayaan merupakan cerminan sistematis dalam hidup seseorang dalam berinteraksi dengan segala sesuatu yang di sekitarnya.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah dikemukakan maka diperoleh simpulan analisis bahwa kebudayaan setiap bangsa selalu berbeda sepanjang masa selama bahasanya juga terus dalam kondisi berbeda. Ketika penguasaan bahasa seseorang tidak baik, pikiran orang itu juga tidak akan berkualifikasi baik. Kalau kualitas pikiran seseorang tidak baik maka ia juga tidak akan bisa optimal berpikir dan berkreasi dalam membentuk kebudayaan. Dengan perkataan lain, ketika bahasa suatu kelompok masyarakat tidak dikuasai dengan baik, kebudayaan kelompok masyarakat itu pun tidak akan bisa terlahir dan berkembang dengan baik.
Kebudayaan akan dapat maju dan berkembang dengan baik dan optimal manakala jaringan pemikiran warga masyarakat tertata secara baik. Jaringan pemikiran mereka akan dapat tertata dengan baik hanya apabila penguasaan bahasa masyarakat juga berkualifikasi baik.
Pustaka Acuan
Dardjowijojo, Soenjono. 2003. Rampai Bahasa, Pendidikan, dan Budaya. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
. 2005. Psikolinguistik; Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Kosasih. 2003. Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung : CV Yrama Widya Bandung.
Rahadi, Kunjana. 2001. Serpih-serpih Masalah Kebahasaan Indonesiaan. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa.
. 2006. Bahasa Kaya, Bahasa Berwibawa; Bahasa Indonesia dalam Dinamika Konteks Ekstrabahasa. Yogyakarta : CV Andi Offset.
Suwandi, Suwandi. 2008. Serbalinguistik; Mengupas Pelbagai Praktik Berbahasa. Surakarta : UNS Press.
Sulfiah. 2008. Sosiolinguistik. Kendari : FKIP UNHALU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar